Ikhlas
“Santri saya --sebenarnya umum-- anak siapa saja, berada di mana saja dan dalam kondisi apa saja, pasti selamat dan jaya; asalkan dia jujur, giat, dan ikhlas,” begitulah salah satu wasiat KHR. As’ad Syamsul Arifin buat para santri Sukorejo.
Dengan demikian, menurut Kiai As’ad, ikhlas termasuk kunci sukses seseorang. Kharisma seseorang bisa pula merupakan pancaran dari sikap tawadlu dan ikhlasnya. Tawadlu dan Ikhlas, memang sulit dipisah-pisahkan. Implikasi dari sikap ikhlas ini, akan menimbulkan sikap tawadlu, sebuah sikap rendah hati. Ikhlas memang amat penting, terutama dalam kajian-kajian ilmu tasawuf. Ikhlas merupakan suatu maqam yang harus dilalui oleh seorang salik dalam perjalanannya menuju Allah. Bahkan ikhlas ini adalah maqam yang paling dekat untuk mencapai ma’rifat kepada Allah.
Begitu pula dalam melakukan aktifitas dakwah, ikhlas ini amat signifikan. Mengapa? Sebab Ikhlas merupakan landasan diterimanya suatu amal, menjamin keberhasilan, aktifitas akan semakin kokoh, jalan kian membentang, dapat menyingkirkan segala rintangan, serta menyebabkan mendapat taufik dan pertolongan Allah.
Para shahabat pernah menanyakan makna ikhlas kepada Nabi Muhammad SAW. Kanjeng Nabi menjawab: Saya (pernah) bertanya kepada Malaikat Jibril, apakah ikhlas itu? Malaikat Jibril berkata; saya bertanya kepada Tuhan, apakah ikhlas itu? Maka Tuhan pun menjawab; ikhlas ialah rahasia dari rahasia-Ku, yang aku titipkan pada hati orang yang Aku cintai di antara hamba-hamba-Ku.
Ikhlas merupakan suatu perbuatan membersihkan dan memurnikan hati, dari sesuatu selain Allah. Jangan heran bila ikhlas tergolong sebuah rahasia dari beberapa rahasia Allah. Karena itu, menurut Nabi, apabila seseorang selama empat puluh hari mampu berbuat ikhlas, maka hatinya akan memancarkan sumber-sumber hikmah, melalui lidahnya
0 komentar:
Posting Komentar