“Ada
seorang muballigh bilang: kalau kalian tidak mengikuti pilihan saya,
kembalikan ilmunya kepada saya! Jek kiai wajib mengajar. Ilmu itu
disuruh disebarluaskan! Ilmu itu milik Allah, bukan disuruh untuk
dikembalikan. Ilmu itu milik Allah. Itu tidak boleh. Kalau ada kiai
bilang seperti itu, saat itu kiainya kurang waras. Kok ada ilmunya Allah
ditagih kembali?”
Begitulah dawuh Kiai As’ad kepada warga Nahdliyyin
setelah Pemilu beberapa tahun yang lalu. Kiai As’ad menyindir beberapa
kiai yang terlalu berlebih-lebihan. Misalnya, ketika sang santri tidak
mengikuti pilihannya, ia berkata: kembalikan ilmu saya! Padahal menurut
Kiai As’ad, ilmu tersebut mutlak milik Allah. Sedang kiai hanyalah
bertugas menyebarkan ilmu tersebut. Kalau kiai mengatakan akan menarik
ilmunya, menurut Kiai As’ad, saat itu berarti sang kiai tersebut kurang
waras. Kiai tersebut, kurang memperhatikan tatakrama sebagai orang alim.
Dalam
Imam Al-Ghazali dan KH. Hasyim Asy’ari, salah satu tatakrama orang alim
(termasuk guru) dalam interaksi sosialnya harus berakhlak mulia. Di
antaranya: raut mukanya selalu cerah, memberi salam
terlebih dulu, lemah lembut dan tidak suka membentak, lapang dada,
menahan marah dan tidak emosional, peduli, bertanggung jawab, serta
tidak menyakiti dan berbelas kasih kepada santri.
1 komentar:
Hanya hidayah Allah yang dapat menjadikan kita berakhlaq mulia sebagai guru, ustadz, kiai dsb. semoga Allah memberikan kemampuan bagi kita semua untuk berakhaqul karimah...amin
Posting Komentar